Ada spekulasi, bahwa Dinasti Syailendra, jika dirunut secara tidak langsung ke India, disebut bersepupu dengan Dinasti Chandela, yang meniggalkan sejumlah monumen antara abad VII dan VIII, terutama kuil-kuil Khajuraho. Suatu keretakan dalam keluarga pecah antra yang tetap memeluk Hindu dengan yang berpindah ke agalam Buddha. Maka Dinasti Chandella tetap tinggal di Khajuraho, dan cabang keluarga Syaelendra yang telah menganut buddha berangkat berlayar ke selatan – ini berlangsung pada abad IV. Namun cerita macam ini sudah lama ditolak, misalnya melalui Louis-Charles Damais, “tulisan-tulisan asal
Pekerjaan yang mengawali pembangunan sebuah monumen, berupa penentuan sebuah letak dasar monumen tersebut di lapangan. Dalam hal Candi Sewu dan Candi Borobudur, para pembangun menentukan dulu letak kedua sumbu candi. Sudut-sudut candi ditentukan kemudian sebagai titik potong garis-garis yang tegak lurus pada sumbu-sumbu.
Dalam perbincangan tentang Candi Borobudur, tidak menyinggung kemungkinan yang sama, bahwa perubahan politik agama mengubah arsitektural dan kontruksi bangunan.
Analisis mengutip Cumarcay, yang menulis “… suatu gerakan besar telah mulai dibidang arsitektural dan ikonografi, sedemikian rupa hingga seluruh perlambangan dalam arsitektur daerah itu dirombak. Aliran budaya itu agaknya diikuti gerakan politik, sebab bentuk-bentuk baru itu diterapkan di Borobudur dan di beberapa bangunan yang berkaitan dengannya”, dengan penyesuaian, “arsitektur” menjadi “rancang bangun”, “perspektif” menjadi “kedalaman”, “kontruksiz” memjadi “kerangka bangungan”.
Sebuah candi terdiri atas sejumlah lapisan batu mendatar (course, layer). Kalau perlu permukaan atas yang benar-benar rata, misalnya sebagai landasan cungkup, maka ditambahkan lapisan perata (laveling course). Di bawah batu lantai kadang-kadang dipakai lapisan urukan (libage, Fr) sebagai landasan yang kuat dan rata, seperti di selasar Candi Borobudur. Pada bidang vertikal pernah di pakai lapisan tempelan (placage, Fr) untuk menutupi hiasan atau mempertebal susunan batu. Pelipit (corona) = pelipit atas merupakan unsur dari bingkai atas batur atau tubuh candi (cornice); pelipit bawah (plint) adalah bingkai terbawah pada batur atau kuku candi; Takuk = bentuk khusus potongan batu tempat satu sisi batu di pahat sedemikian rupa, sehingga diperoleh dua bidang yang berbeda ketinggian, teknik takuk keling atau takuk sejajar dengan dinding luar, merupakan salah satu sistem pertautan lapisan-lapisan batu yang dipakai di Candi Sewu.
No comments:
Post a Comment